![]() |
| Perth, Western Australia |
LAMPUNGSIGER.COM--"Everyone is a photographer. Whether they use smartphone or digital camera, the intent still same, to take note of a memory" (Tyson, 2015).
Sepenggal kalimat di majalah maskapai pemerintah yang saya baca saat penerbangan dari Yogyakarta menuju Jakarta menyeret saya masuk ke suatu perangkap dan terikat untuk terus membaca artikel tersebut.
Pikiran melambung, teringat dalam beberapa tahun terakhir ini, saya memiliki hasrat terhadap "memotret". Saya tergila-gila mentransformasi memori visual saya kebentuk digital. Ada rasa ingin berbagi apa yang saya lihat dengan orang lain. Klise perhaps, tapi itu kenyataan.
Every seconds, every views, for me is a worth memory.
Seiring dengan takdir saya yang saya ikuti secara pasrah yaitu diberikan nikmat oleh Sang Pencipta untuk mengunjungi berbagai tempat, yang jika mengikuti istilah transportasi "antarkota antar propinsi (AKAP)" dan "antarkota antar negara (AKAN)" maka memotret menjadi "a must" bagi saya. Setiap sudut jalanan, setiap burung yang terbang di angkasa atau nemplok di pinggir kali, bahkan anggukan ranting pohon yang dibuai angin, di mata saya, menjadi suatu memori berharga yang harus saya potret.
![]() |
| Perth, Western Asutralia |
![]() |
| Bristol, England |
Bahkan lorong sepeda pun menjadi sangat seksi di mata saya.
Bath, England
Di awal kegilaan, saya terjangkit penyakit instan : ingin langsung bisa menghasilkan foto dengan kualitas bak professional fotografer; ingin langsung mendapatkan view yang indah, unik, eksotis untuk dipotret; dan dijangkiti hasrat untuk membeli peralatan yang paling keren untuk menunjang instan-instan tersebut.
Memang benar kata orang "pengalaman adalah guru yang baik". Pengalaman yang menjadikan saya sembuh dari hasrat instan. Butuh waktu untuk melihat objek, butuh perhatian terhadap kejadian sekeliling, butuh kesabaran menangkap moments.
"This does not happen overnight; it takes years of finding the right tools, understanding what makes an image appealing and knowing how to see lights as few others do". Masih kata Mas Tyson.
Tidak peduli dengan gaya paling aneh sekalipun, saya terus memotret dan memotret. Ada yang bagus (menurut saya) ada pula yang aneh tidak keruan bagaikan tertabrak drone.
Tidak peduli dengan gaya paling aneh sekalipun, saya terus memotret dan memotret. Ada yang bagus (menurut saya) ada pula yang aneh tidak keruan bagaikan tertabrak drone.
Perth, Western Australia
Tanjung Putus Island, Lampung
Market in Shanghai
Sunrise, Bali
Sunrise, Lampung
Sundown, Cambodia
Saya ingin menutup tulisan ini dengan, lagi-lagi kalimat Mas Tyson si spesialis tukang potret langit dan pesawat, sebagai penyemangat saya yang masih menggunakan kamera dan lensa yang sama sejak bertahun-tahun lalu.
"The pot did not create a meal, the Cook did. The camera did not create the photo, the Photographer did."
Mari memotret :).









Post a Comment